!--Start Related Posts-->

Senin, 17 Oktober 2016

Jangan Bedakan Murid Hanya Karena Kasta part 1



 
Sumber : Pixabay

Bismillaahirrohmaanirrohim…
Minggu kemarin, ketika aku mengikuti pengajian dalam rangka pertemuan muslimat cabang Balung di desaku, ada seorang ibu-ibu yang juga wali murid dari anak yang pernah aku didik tahun kemarin di madrasah diniyah tempatku mengajar.


Ibu itu mengadukan, eh dia bercerita tentang kondisi psikologis anaknya yang nggak mau lagi untuk mengaji di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) tempatnya ngaji setiap jam 3 sore. Padahal sangat disayangkan sekali karena anak tersebut yang memutuskan sendiri untuk nggak mau ngaji lagi kepada ibunya. Sedangkan ibunya pun sudah membujuk untuk tetap mengaji walaupun ada sedikit masalah pelik yang dialami anaknya. Pasalnya si anak sudah memasuki pelajaran tahap akhir untuk diwisuda bulan Juli tahun depan. Sangat disayangkan, bukan?

Kira-kira sabahat tau nggak, apa alasan anak tersebut mogok untuk ngaji TPA?

Hal ini disebabkan karena si anak bercerita ke ibu yang juga menceritakan keluhannya kepadaku tadi. Dia mengatakan bahwa anaknya ketika datang terlambat masuk TPA, memang si anak yang anggap aja namanya si Wulan *bukan nama asli. Nah, Wulan sadar jika dia ini memang terlambat masuk ngajinya, sehingga dia menerima konsekuensi untuk berdiri selama seperempat jam. Tapi, ketika ada temannya yang datang bernama Rio *bukan nama asli, dia juga kebetulan datang terlambat melebihi waktu Wulan, malah tidak berdiri, gurunya pun menyuruh Rio untuk duduk.

Dari situ aja pas ibunya Wulan cerita, aku udah gemas aja nig gaes. Masak iya gurunya nggak adil banget dengan hukuman satu anak dengan anak yang lainnya. Apa alasan atau dasar apa yang dipakai pak guru tersebut pada Wulan? Padahal seharusnya setiap pelanggaran yang dilakukan harusnya juga dibarengi sama sanksi, nggak mengenal atau pilih-pilih murid. Seharusnya seperti itu. Tapi ini?

“Mungkin samean nggak kasi apa-apa itu ke pak guru, buk. Jadinya Rio disuruh duduk, terus aku malah disuruh berdiri”. Begitu lanjut ibu tadi menjelaskan perihal ucapan anaknya.

Menurut ibu tadi, Wulan mengatakan “Apa memang kita itu orang yang nggak punya ya buk, jadi pak guru bebas meloloskan Rio yang merupakan orang ber’punya’ dengan sanksi yang harusnya ia terima.” Dari penuturan ibu tersebut saya melihat dengan jelas jika ibu tadi sedikit mengucek mata yang jelas-jelas nggak kemasukan barang kecil sedikitpun. Ibu tadi juga heran, kenapa Wulan bisa mengatakan hal seperti itu? Padahal beliau nggak pernah mengajarkan Wulan tentang hal seperti itu. Dia merasa miris sekali dnegan hal yang dialami anaknya tersebut.

Rio merupakan anak kaya yang berada. Pada suatu sore, Wulan pernah melihat ibunya Rio menemui guru mengajinya. Mungkin dari situ dia tahu bedanya Rio sama Wulan. Selain itu, Wulan merupakan anak yang sangat disiplin. Walaupun dia salah, terlambat, dia akan terima konsekuensi. Kalau ada yang keliru bacaan mengaji, dia lapang dada dan nerima kesalahannya serta mengulang kembali bacaannya. Tapi, berbeda dengan teman-teman yang juga sekelasnya mengaji.

Yah… hal itu klise memang, karena sewaktu aku sekolah pun banyak juga teman-teman yang demikian. Tapi, dalam keadaan kami udah pada gede. Tapi si Wulan ini masih duduk di bangku kelas 4 SD, dia sedikit banyak ada rasa “iri” dan “cemburu” pastinya sama teman yang tidak diberi sanksi tegas.

Sumber : Pixabay
 
Pernah suatu hari ketika ibunya membujuk Wulan supaya mengaji lagi, dia malah mengatakan demikian. “Aku nggak mau dapat hadiah piala seperti yang dulu kakak dapatkan. Aku hanya ingin ilmuku bisa bermanfaat, bu,” itu ucap si anak yang jelas-jelas membuat ibu tadi takjub sekaligus trenyuh.

Dia masih berumur sangat kecil, tapi ucapannya sangat dewasa dalam berpikir. Mungkin itulah didikan yang diterapkan oleh ibu tadi. Walaupun ibu tadi sedikit punya selera ngebanyol tingkat tinggi, dia tetap akan ngasih nasehat-nasehat yang baik untuk anak-anaknya. Memang kedua kakak dari Wulan yang juga sama-sama perempuan, mereka memiliki prestasi dalam hal mengaji. Keduanya meraih juara 3 besar ketika wisuda. Etapi Wulan sudah terlanjur sakit hati walaupun dibujuk ibunya untuk tetap masuk, tapi ia nggak mau lagi TPA.

To be continue…..

 Keep  on my blog ya gals... see you next day ^_^
Feel Free to drop your comment on Jangan Bedakan Murid Hanya Karena Kasta part 1

1 komentar:

  1. jadi sedih lihat si wulan, kenapa coba harus dibeda bedakan segala -_-

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya...
| Rohmah-KR |

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ads Inside Post